Kamis, 13 Oktober 2016

KH. Ahmad Qolyubi : Rois Syuriah Pertama NU Cabang Tasikmalaya

KH. Ahmad Qolyubi: Rois Syuriah NU Tasikmalaya Periode Awal

KH.Ahmad Qolyubi yang lebih dikenal dengan sebutan Mama Unung dilahirkan tahun 1891 di Madewangi Tamansari Kota Tasikmalaya. Dari ayah H. Abdul Gani bin Natawijaya (Lijem), bin Iskin, bin Katam, bin Jiwaraga, bin Nyai Raden Mas Narawulan. Serta menurut sebagian cerita merupakan keturunan dari Jaka Tingkir bin Ageng Pemanahan.

Pendidikan
Mama unung pernah sekolah sampai kelas dua di Citapen tahun 1903 - 1906. Dilanjutkan di sekolah Belanda (Van Der Kam) tahun 1908. Terus ke sekolah raja (Ofleidingschool) di Bandung tidak tamat karena sakit sakitan,dan tidak ada izin dari keluarganya.

Sekembalinya dari Bandung Mama Unung oleh Keluarganya di masukan ke Pesantren untuk memperdalam Agama. Diantara para gurunya adalah: KH. Dimyati kakaknya;  belajar membaca Al-Qur'an. KH. Ilyas Pesantren di Banjar selama 4 Bulan, belajar Kitab Tijan dan Sulam.

Selanjutnya berangkat ke Mekkah, atas anjuran ayah angkatnya (H. Abdul Halim asal Indramayu dan Nyai. H. Aminah asal Mangkubumi) dari Jajaway yang merupakan juragan tembakau.

Berangkat ke Mekkah bersama kawannya dari Ciakar Cibeureum yaitu KH.Juhaemi yang sekembalinya dari Mekkah mukim jadi guru agama di Kandang Sapi Cianjur. KH. Ahmad Qolyubi ketika di Mekkah bertempat tinggal di Syamiyah bersama KH. Mohamad Toha (asal Cieureuleu Ciawi, sekembali dari Makkah lalu menjadi guru agama di Citawana Singaparna).

Guru-gurunya di Mekkah, antara lain: Syekh Sa'id Yamani, Syekh Rd. Junaedi asal Cieuleuy Malangbong dan meninggal di Mekkah, KH. Mohammad Toha asal Garut, KH. Ma'mun, KH. M. Husaen, KH. Dimyati (endin), KH. Kurtubi, KH. Satibi Gentur, KH. Sedeli Banten, KH. Masduki Majalengka.

Sedangkan guru lainya yang khusus  belajar Al-Qur'an adalah; KH. Saidam asal  Banten, KH. Hasan Kuningan, dan KH. M. Sarbini asal Bawean Surabaya.

Selain belajar, KH. Ahmad Qolyubi Juga menjadi guru ngaji di Makkah, bagi para mukimin. Saling belajar pada waktu itu sudah lumrah, karena mereka datang sudah jadi Kyai di daerah asalnya. Disitulah hubungan guru murid, ikatan persaudaraan antar pelajar asal Jawi/Nusantara tetjalin. Tidak heran jika informasi dari seantero Nusantara waktu itu dapat tersampaikan kesemua penjuru Nusantara lewat para pelajar dari Jawa/nusantara dengan cepat.

Diantar murid beliau di Mekkah adalah, H.M.Saleh seorang mualaf Cina dari Tipar Sukabumi, H. Samsudin dari Madewangi, Rd Junaedi asal Manonjaya, serta dari daerah Pageurageung, Kawali, Panjalu, Ciawi, Banjar, dan daerah sekitar Tasikmalaya.

Selain mengajarkan kitab kuning, beliau juga mengajarkan hurup latin, Bahasa Melayu dan Bahasa Belanda. Menjadi keanehan waktu itu, ada orang keluaran sekolahan menjadi kyai, bukan menjadi Abtenaar atau Upas kaki tangan penjajah.

Setelah pulang dari tanah Mekkah, KH. A. Qolyubi lalu mendermakan hidupnya untuk dakwah di daerah Madewangi, Stiamulya Tasikmalaya. Mulai dari mendirikan madrasah (Ponpes Nurussalam) dengan sistem klasikal di tahun 1932, yang masih aneh waktu itu. Tidak jarang mendapat ancaman olok-olok dari tokoh setempat.

Pengajarannya selain prihal agama juga dimasukan pelajaran umum. Diantara murid-murid nya waktu itu datang dari daerah Sekitar Tasikmalaya, semisal Picungremuk, Ciburuyan,Sindangsari, Cibeureum, Palaha, Mulyasari, Panunggal, Cineam, Nanggala, Gunung Tanjung, Langkap Lancar, Banjar, Parigi dan daerah Garut.

Beliau dalam perjuangannya dibantu para Murid awal ketika di Mekkah seperti: H.M.Saleh, H. Syamsudin, Suawarjawinata (Lurah Setiamulya, juga mertua beliau), H. Sopandi, H.Apandi Madewangi, Kyai Ruhani Cibeureum, H. Sayuti Sindangsono Cikatomas, Zaenudin Cikatomas, Kyai Huraezi Ciburuyan, Amil Duleh, Kyai Wardi, dan H.Julaini Picung Remuk.

Hubungan guru murid tidak pernah putus, ketika beliau sudah di Tasikmalaya ada juga yang datang dari daerah Arab, seperti Sayyid Husen Al Aththos, guru aurod Aththosiyah, Syekh Abdul Hamid dari Mesir, Syekh Abdullah Bin Ibrahim Iraqi, serta Syekh Ali Toyib Al Madani Mursyid Tarekat Tijaniyah.

Mendirikan Cabang NU di Tasikmalayakhir

KH. AHMAD QOLYUBI bersama KH. Muhammad Fadil (Buya Fadil) Nagarawangi, dan KH. Zaenal Abidin asal Garut. Sekitar akhir Tahun 1926 bersama-sama, mengabarkan adanya Perkumpulan Ulama (NU) atau waktu itu disebut Nahdoh.

Mereka mengunjungi ajengan-ajengan Tasik diantaranya KH. Ruhiyat Cipasung, KH. Sobandi Cileunga, KH. Gan Aon Mangunreja, KH. Masduki Awipari, KH. Zabidi Nagara Kasih.

Diantara para kyai Tasik pada waktu itu ada yang menerima dan menolak dari usulan untuk ikut bergabung dengan Nahdoh. Yang menolak dikarenakan takut  ancaman penjajah  Belanda.

Kenapa KH. Ahmad Qolyubi begitu gigih dalam mengabarkan adanya Nahdoh? Ini tidak lain dikarenakan hubungan guru murid,atau kuatnya jejaring pesantren/ulama nusantara. Beliau belajar di Makkah antara tahun 1910-1916.

KH. Ahmad Qolyubi, menjadi Rois Syuriah pertama di Tasikmalaya dengan Tanfizdiyah Rd. Sutisna Senjaya.
Bersambung..

1 komentar:

  1. Slot Review, Deposit Bonus, Play For Free & More
    Slot Review & Free Spins & Bonus luckyclub ✓New Slot Games ✓No Deposit Needed ✓Best Casinos for Cashback ✓Play For Free and Join ✓No deposit needed.

    BalasHapus